Friday, July 27, 2007

Mahalnya Pendidikan

Hari ini saya membaca Balipost lagi dan saya tertarik dengan salah satu berita yang menyebutkan masalah biaya pendidikan yang semakin membengkak di negeri kita ini. Saya lihat memang biaya pendidikan makin lama makin mahal saja di negeri ini tapi tanpa diikuti dengan peningkatan yang signifikan diberikan pada nilai yang diperoleh oleh siswa dari sekolah itu sendiri. Sejauh yang saya lihat dari sekolah - sekolah hanya berusaha untuk meningkatkan citranya sendiri di mata masyarakat. Dengan meningkatnya citra sekolah di masyarakat otomatis maka siswa - siswa akan tertarik masuk ke sekolah itu. Metode inilah yang umumnya dilakukan oleh sekolah - sekolah yang yang memiliki embel - embel sekolah unggul di daerah saya. Contohnya sekolah ini.

Jadi sebenarnya input yang didapat oleh mereka sudah bagus, tinggal dipoles sedikit saja, maka jadilah mereka juara - juara olimpiade yang tidak memiliki makna selain menambah citra sekolah di masyarakat. Tapi yang saya ingin pertanyakan bukan itu, tapi saya ingin mempertanyakan mahalnya biaya yang dipunggut untuk masuk ke sekolah itu. Dengan uang gedung mencapai 7.000.000 / siswa dan SPP 280.000 / bulan bisa dibayangkan besarnya dana yang diperoleh oleh sekolah. Tapi fasilitas apakah yang diperoleh oleh siswa atas bayaran sebesar itu? Saya pun belum tau tapi yang pasti siswa itu akan mendapat sebuah benteng yang akan memisahkan mereka dari dunia luar.

Dengan uang sebanyak itu, apakah tidak mungkin akan terjadi korupsi? Tentu saja amat sangat mungkin akan terjadi. Contoh nyata tentu saja korupsi yang dilakukan oleh salah satu oknum pada saat pembangunan salah satu gedung lab di sekolah itu. Kemudian korupsi - korupsi yang sebenarnya nyata - nyata terjadi tapi kita tutup mata karena menganggap sebagai hal yang wajar, seperti dana yang diterima oleh beberapa oknum didalam sekolah pada saat pembangunan gedung - gedung baru. Bukan suatu rahasia lagi kalo beberapa oknum di dalam sekolah akan menerima beberapa persen dari total dana pembangunan. Dana ini akan diberikan oleh kontraktor - kontraktor yang akan melakukan rehab ato pembangunan gedung baru karena telah memilih si kontraktor untuk proses pembangunan itu. Jadi seolah - olah bukan korupsi karena diberikan oleh si kontraktor, tapi apa bedanya donk. Toh dana itu datangnya dari sekolah. Makanya jangan heran jika melihat mobil pak kepala sekolah bisa berganti - ganti. Jangan heran pula jika melihat para oknum itu bisa jalan - jalan ke luar negeri dengan tujuan studi banding ke Nanyang Technological University tapi sayangnya studi banding hanya berlangsung 30 menit. What the hell ... tapi 30 menit cukup kok untuk oknum itu untuk menyerap semua yang diperlukan (tidak jauh dengan anggota DPR kita yang suka jalan - jalan).

Kemudian bentuk korupsi yang lain berupa dana yang hampir serupa dengan yang diatas yang akan diterima oleh oknum - oknum sekolah pada saat pengadaan barang - barang untuk sekolah seperti komputer dll. Semua ini saya dapatkan infonya dari orang - orang dalam yang tidak ingin disebut namanya. So believe me, sekolah pun sudah menjadi tempat para koruptor.

Tapi saya yakin tidak semua yang disana adalah koruptor. Ada beberapa yang saya yakin 100% tidak akan mungkin menjadi koruptor dan salah satunya adalah Ibu Ratmini. Guru yang saya sangat kagumi sampai sekarang. Pengabdian, kesabaran, keibuan dan masih banyak lagi kata tidak akan bisa menggambarkan beliau. Terima kasih atas semuanya, Bu. Saya tidak akan melupakan semua itu, Bu.

Jadi kalo sekolahpun sudah dijadikan ajang bisnis, saya amat sangat pesimis sekali negara ini akan maju.

Akhir kata, semboyan sekolah itu harusnya diganti dari "We are Simple People" menjadi "We are Elite People"

2 comments:

Anonymous said...

Beh cara sing nawang kenken kondisi di negara padidi, Win. Korupsi to dija gen ada, "yen sing korupsi sing sejahtera", kocap nika nggih... he he he.

Nyoman Winardi said...

Nggih pak Dewa :)

Kenten sampun masalahne. Sampun kocap kebiasaan nika korupsi ne :)